Ndalail

Puasa, dari zaman ke zaman lain masih dianggap sebagai salah satu ‘jalan pintas’ yang pantas untuk menuju kepada Allah. Itulah mengapa Allah mewajibkan amalan ini bukan hanya untuk umat Nabi Muhammad Saw, namun juga pada umat-umat sebelumnya.

Di dalam islam, puasa secara umum terbagi menjadi dua, yaitu: puasa waijb dan dan sunah. Puasa wajib adalah puasa yang harus dilakuan umat islam, seperti puasa ramadhan dan nadzar. Sedangkan puasa sunnah adalah puasa yang dilakukan itu lebih baik daripada ditinggalkan.

Ada banyak varian puasa sunnah, diantaranya: puasa senin-kamis, dawud, dan dalail. Puasa dalail atau sebagian orang menyebut ndalail merupakan sebuah amalan puasa yang prestisius di kalangan santri. Puasa ini bukan hanya membutuhkan pengetahuan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan puasa, namun juga membutuhkan tenaga dan keseimbangan yang tinggi. Karena itulah, sebagian pesantren puasa ndalail hanya bisa dilakukan oleh santri-santri senior.
Puasa ndalail berarti melakukan puasa sepanjang tahun kecuali pada hari-hari yang diharamkan berpuasa, seperti idul fithri, idul adha, hari tasyri’ dan hari terjadinya keraguan (syakk). Karena dilakukan setiap hari, tentu sangat berat untuk dilakukan. Dan catatan penting, puasa ini bisa dilakukan jika kita mampu melakukan kegiatan wajib dengan baik. Tidak diperkenankan melakukan puasa ini tetapi kewajiban kita justru terlalaikan, karena posisi puasa ini sunnah. Sedangkan sunnah –secara umum- tidak bisa mengalahkan kewajiban.

Puasa ndalail dikenal dengan dua bentuk, yaitu: ndalail quran dan ndalail khoirot. Yang pertama disebut adalah melakukan puasa dengan membaca al-quran dengan jumlah-jumlah tertentu, semisal sehari satu juz, tiga juz, atau bisa lebih. Sedangkan yang kedua membaca ribuan sholawat setiap hari dengan diktat kitab dalailul khoirot.

Kiai Basyir, Jekulo, Kudus, Jawa Tengah adalah salah satu kiai yang melestarikan tradisi puasa ndalail. Selain mewiridkan puasa ini bagi santri-santri beliau, ada ribuan santri dari pesantren lain yang meminta ijazah untuk diperkenankan mengamalkannya. Tradisi ini tentu tidak jama dilakukan ulama lain. Meskipun ada, namun jumlahnya kian hari kian menyurut. Semoga setelah kepergian Kiai Basyir, muncul pengganti-pengganti beliau untuk dapat mengobati kegersangan spiritual umat manusia.